38 Fakta Keren Tentang Ajip Rosidi, Manusia Tanpa Ijazah Dari Jatiwangi Yang Berhasil Diakui Dunia


Ajip Rosidi bukan Sarjana, apalagi Master atau Professor, bahkan ia meninggalkan SMA saat ujuan akhir, tetapi mengapa ia berhasil menjadi Guru Tamu di 4 Universitas Jepang sekaligus? Fakta itu-lah yang membuat masyarakat Indonesia bertanya-tanya dan terguncang hatinya. Bagaimana tidak, di zaman sekarang saja orang-orang yang tidak kuliah masih dipandang sebelah mata, padahal Mark Zuckerberg, Steve Jobs, atau Bill Gates telah membuktikan kalau untuk sukses tidak perlu kuliah. Apalagi di zaman Ajip?

Nah, rasanya judul ini tidak berlebihan, kan? Apalagi Ajip juga dimasukan ke dalam daftar penulis terbaik dunia oleh Aulia A. Muhammad, bersandingan dengan Stephen King dan J.K Rowling. Dan lagi, secara resmi juga Ajip pernah mendapat penghargaan dari beberapa negara, seperti Belanda, Jepang, Brunei dan lainnya.

Baik, kami sudah merangkum fakta-fakta keren dari Penulis besar asli Jatiwangi kelahiran 31 Januari 1938 ini, berusaha menyusunnya sistemasis, berurutan, dan simple, supaya sobat BSC mengerti dan bisa mengambil pelajaran dari perjalanan hidup ekstrim dan nyentrik seorang Ajip Rosidi.

Oh ya, kami sendiri menghimpun data ini dari; Sketsa Hidup Penulis-Penulis Besar Dunia, Karya Aulia A. Muhammad (Tiga Serangkai), situs web Badan Bahasa dan Kemendikbud, serta dari buku Autobiografi Ajip sendiri, jadi dijamin terpercaya ya!

1. Gladiator kehidupan keras, Ajip memiliki hidup ‘tidak biasa’, di usianya yang baru menginjak 2 tahun ke dua orang tuanya sudah bercerai, bahkan berpisah. Ia di asuh oleh neneknya dari sana, sampai kelas 1 SMP di Jatiwangi, kemudian ikut dengan pamannya di Jakarta. Denga kehidupan seperti itu, beliau terus berjuang dan bisa membuktikannya kepada kita.

2. Sudah biasa membaca dari kecil, Ayahnya yang selain Guru SD juga adalah Pengurus Perpustakaan, tak heran Ajip sudah dikelilingi buku dari kecil, dan memanfaatkannya.

3. Sudah menulis sejak kelas 6 SD, Nah hobi membaca Ajip di poin sebelumnya mulai menelurkan hasil,  mengutip Badan Bahasa, bahkan ia berhasil menembus dan tulisannya itu dimuat dalam surat kabar Indonesia Raya ketika masih bersekolah dasar di Jatiwangi.

4. Tulisannya sudah dimuat banyak media sejak usia 14, di usia ini Ajip sudah meninggalkan Jatiwangi dan ikut dengan Pamannya di Jakarta, bersekolah di SMP 8 membuat Ajip lebih berani dan punya koneksi dengan media-media ternama kala itu, tak pelak karya-karya mulai diminati dan dimuat di Mimbar Indonesia, Kisah, Zenitdan Konfrontasi.

5. Sudah menjadi redaktur, kontributor dan pengasuh rubrik di Majalah di usia 15, Akselarasi tulisan Ajip sangat cepat, di usia ini, beliau sudah menjadi redaktur di Majalah Soeloeh Peladjar.

6. Ideologis, terbukti saat SMA Ajip berpindah-pindah dari SMA Jalan Batu bagian B, ke SMA Budi Utomo, kemudian pindah ke Taman Madya.

7. Berani mengambil keputusan, Ajip keluar dari Taman Siswa hanya satu minggu menjelang ujian akhir. “Saya tidak akan mengikuti Ujian karena saya akan membuktikan bisa hidup tanpa Ijazah,” Tulis Ajip, dalam kartu pos yang dia kirim ke Gurunya. Pendiri  Yayasan Rancage ini Drop Out dari SMA karena dua alasan: Pertama, karena waktu itu di taman siswa banyak praktek jorok, seperti para orang-tua teman-temannya yang menyogok Guru, Ajip bersikeras tidak mau lulus dengan sistem yang seperti ini. Kedua, karena sedari awal Ajip sudah menetapkan dirinya sebagai penulis yang memang tidak usah kuliah.

8. Buku pertamanya terbit di usia 17, buku berjudul Tahun-Tahun Kematian yang berisi kumpulan cerpen dikukuhkan di usia yang masih belia, umur 17 kita masih bisa apa? Dengan ini secara resmi Ajip adalah seorang penulis.

9. 1956 Menjadi Anggota Badan Musyawarat Nasional dan 1957 Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda.

10. Berani menikah di usia muda, di usia ini juga Ajip menikahi Patimah, sepucuk surat yang dikirim Ayahnya dari Jatiwangi tidak hanya setuju dengan keputusannya Drop Out dari Taman Madya, tetapi juga sebuah restu untuk menikah.

11. Terus berusaha dengan apa yang diyakininya, setelah menikah Ajip dan Istrinya memilih mengontrak di Kramat Pulo, Ajip bekerja sebagai redaktur di penerbit Balai Pustaka, hari-hari Ajip adalah untuk membuktikan perkataannya bisa hidup tanpa ijazah.

12. Menjadi Anggota Badan Penelitian Ilmu Pengetahuan Bidang Bahasa dan Sastra pada 1960-1962

13. 1960 Ajip Meraih Hadiah Sastra Nasional untuk kumpulan Cerpennya.

14. Mendirikan Kiwari di tahun 1962.

15. Pantang menyerah dengan apa yang diyakininya, kehidupan Ajip tidak semerta-merta mulus, ia pun mulai diuji, honoriumnya sebagai penulis ternyata tidak cukup untuk menghidupi keluarganya. Ajip pun terpaksa harus pulang ke Jatiwangi.

16. Mendirikan Tjupumanik (Cupumanik), di Jatiwangi juga Ajip tidak menyerah, ia masih terus meneruskan passionnya, ia mendirikan Tjupumanik. Kehidupannya di tanah kelahirannya ini hanya dari 1964-1969.

17. Tahun 1968-1979 Ajip menjadi redaktur Budaya Jaya, dan pada 1966-1975, di usia yang masih muda, ia menjabat sebagai ketua Paguyuban Pengarang Sastra Sunda dan memimpin penelitian pantun dan folklore Sunda.

18. Tanpa Ijazah, menjadi Dosen Luar Biasa Universitas Padjajaran, 1970 Ajip meninggalkan kecamatan yang sama dengan Hanyaterra karena diundang Unpad menjadi Dosen Luar Biasa yang mengampu Sastra, Ajip membawa serta keluarganya pindah ke Bandung.

19. 1971 Ajip mendirikan Pustaka Jaya, usaha penerbitannya ini bertahan hingga sekarang. Selain mendirikannya, Ajip sendiri memimpinnya.

20. 1972-1981 menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta, dewan ini juga didirikan aas prakarsa Ajip pada tahun 1968, namun baru terealisasikan di 1972.

21. 1973-1979 menjadi Ketua Ikatan Penerbit Indonesia.

22. Tahun 1974 Ajip diganjar Cultural Award dari Australia.

23. Produktif, karena kesibukannya semakin tinggi, terutama Pustaka Jaya yang semakin besar, Ajip memutuskan untuk kembali ke Jakarta pada 1975, di Ibu Kota Ajip menjadi sangat produktif.

24. 1978-1980 Ajip diangkat sebagai Staff Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tahun ini Ajip mulai diakui oleh Pemerintah.

25. 1979-1980 Menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Pengembangan Buku Nasional, dan Dewan Film Nasional hingga 1982.

26. 5 Tahun Di Jakarta Ajip lebih produktif, karena network yang semakin luas. Di sini juga, Ajip berhasil menelurkan karya-karya yang bahkan bisa menandingi WS. Rendra. Belum lagi, bukunya yang berjudul Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia menjadi buku referensi untuk Universtas-Universitas di Indonesia.

27. 1981, berkat prestasinya di poin sebelumnya, Universitas terkemuka di Jepang, Osaka Gaikokugo Daigaku di Osaka, memanggilnya untuk menjadi Visiting Professor. Ajip juga menerima tawaran Universitas terkemuka Negeri Sakura lainnya, dan bertahan di sana hingga 2003.

28. Di rentan 1983-1996, Ajip diangkat menjadi Guru Luar Biasa Kyoto Sangyo Daigaku, Tenri Daigaku dan Osaka Gaidai. Luar biasa, ingat lho, ini dicapai beliau tanpa ijazah.

29. Di Negeri Anime Ajip masih produktif, meskipun tinggal di sana, Ajip juga tetap berkarya menggunakan bahasa Indonesia dan Sunda, dan tetap berhubungan dengan Pelaku Sastra di Indonesia.

30. Ajip mendapat hadiah seni sebagai salah satu dari 10 Putra Sunda terbaik.

31. Di Jepang juga Ajip tak abai dengan perkembangan Sastra dalam negeri, terutama Sastra Sunda. 1989 ia mendirikan Rancage, sebuah yayasan yang memberi apresiasi untuk karya-karya sastra Sunda, dengan merogoh kocek sendiri beliau memberi hadiah kepada para pemenang.

32. Pada Tahun 1999, meraih penghargaan Order of The Sacred Treasure, Gold Rays dan Neck Ribbon dari Jepang.

33. Pada Tahun 2000, menerbitkan Ensiklopedi Sunda yang selama prosesnya dibiayai oleh Toyota Foundation

34. Pada tahun 2002, Ajip datang langsung untuk memberikan penghargaan kepada pemenang Rancage, bahkan sempat juga mempelopori Kongres Internasional Bahasa Sunda.

35. Kembali ke Indonesia, pada tahun 2003 Ajip menuntaskan petualangannya di Negeri Sakura. Di tahun ini pula Ajip meraih penghargaan Mastera dari Pemerintahan Brunei.

36. Tahun 2004 meraih Teeuw Award dari Belanda.

37. Tahun 2011, saat usianya menginjak 73 tahun, Ajip diganjar gelar Dr. H. C. Dalam bidang budaya dari Fakultas Sastra Universitas Padjajaran, walaupun sebenarnya ia juga sudah mendapat gelar Professor selama di Jepang.

38. Sekarang, Ajip sudah menelurkan lebih dari 100 karya, sebagian besar berbahasa Sunda, Novel terkenalnya adalah Anak Tanah Air, untuk melihat karya apa saja yang ditulis Ajip kamu bisa membuka link ini.

Mengutip Bayang Baur Sejarah Karya Aulia A. Muhammad, Ajip adalah lilin untuk perjalanan Sastra Indonesia. Prestasinya juga diakui Jepang dan Dunia, khusus untuk orang yang tanpa Ijazah ini sangat menakjubkan, kesimpulannya sobat-sobat BSC bisa menilai sendiri. Ternyata, ada sosok yang begitu langka dan istimewa dari Jatiwangi. Sumber : http://www.besoksenin.com