Hasil visum yang dijadikan bukti laporan ke Kapolsek Balongbendo, lanjut dia, belum bisa dipertanggungjawabkan. Sebab, visum itu masih ada kemungkinan direkayasa lantaran ada dendam pribadi. Apalagi, peristiwa tersebut terjadi pada 3 Februari. Namun, visum baru dilakukan pada 8 Februari. Padahal, batas maksimal visum 2 x 24 jam. ''Visum itu kan kedaluwarsa. Visum baru dilakukan lima hari setelah kejadian. Itu tidak bisa dibenarkan ketentuan,'' paparnya.
Menurut dia, memar di lengan kanan korban sangat mungkin disengaja. Gufron juga mempertanyakan kepada petugas yang telah memberikan jalan pembuatan visum. ''Ini ada yang aneh,'' kata ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Sidoarjo itu.
Meski begitu, bukti-bukti yang ada akan dikaji keabsahannya di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo. Gufron menambahkan, jika pelapor tidak mau mencabut tuntutan, pihaknya dengan senang hati melanjutkan proses hukum. ''Kalau mau dicabut, ya di pengadilan nanti pada 14 Juli,'' tambahnya.
Sumber : http://www.jpnn.com/read/2016/06/30/450923/Keluarga-Dituding--Rekayasa-Hasil-Visum-si-Murid-